Sudah tak terasa statusku menjadi cpns di Dinas
Pertanian, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Utara telah
berlangsung selama 8 bulan, dan aku telah menyelesaikan prajabatan bulan Juni lalu.
Di usia kepegawaianku yang masih tergolong belia ini, aku telah belajar banyak
hal. Bahkan aku selalu menganggap diriku yang sekarang ini sedang melanjutkan
sekolah di dunia pemerintahan.
Gak
pernah kubayangkan sebelumnya kalo aku akan menyelami dunia yang amat berbeda dengan
duniaku selama puluhan tahun silam. Di duniaku sekarang, modal ilmu selama
sekolah tidaklah cukup, aku malah sadar yang lebih dibutuhkan adalah kemampuan
untuk berorganisasi dan berkomunikasi yang baik dengan atasan, sesama rekan
kerja, dan dengan siapa pun. Karena status provinsi kami yang masih baru, maka
tidaklah heran jika kami harus bekerja lebih giat apalagi mau akhir tahun ini, banyak
banget kegiatan yang kudu terealisasi.
Bayangkan
aja, aku yang dulunya gak tahu menahu tentang pajak, autodidak belajarnya (jadi
sempat mikir, kelas berapa ya aku pernah belajar tentang pajak). Bahkan rasa
maluku kalau berkomunikasi dengan orang lain via telpon bisa terkikis karena
tuntutan kerja. Belum lagi jika harus berhubungan dengan orang kabupaten/kota sewaktu
meminta data peternakan. Aku dan rekan kerjaku harus tebal muka dan telinga serta
korban pulsa menelpon mereka satu per satu hingga memperoleh data kepastiannya,
dan tidak sedikit dari pihak kabupaten/kota merasa risih dengan apa yang kami
lakukan, bahkan ada pula yang sengaja tidak menghiraukannya (semoga ini hanya
dugaanku saja), intinya harus bisa memahami apa yang diinginkan rekan kerja di
kabupaten/kota.
Dan baru-baru ini aku merasakan
bagaimana rempongnya menjadi panitia kegiatan (karena jelas berbeda dengan
panitia-panitia yang pernah kulakoni sewaktu sekolah maupun organisasi dulu). Mulai
dari mempersiapkan jadwal kegiatan, memastikan kehadiran narasumber dan peserta,
SK kegiatan, dan lain sebagainya. Dulu aku berpikir SK (Surat Keputusan) itu
sangat susah membuatnya karena penuh dengan sumber hukum yang sama sekali belum
pernah kupelajari, namun setelah dijalani...ternyata cuman seperti itu (tidak
sesusah imajinasiku), paling yang bikin ribet itu jika SK nya berhubungan
dengan pengeluaran uang (mis. SK honorarium narasumber) karena administrasinya
cukup panjang, mulai minta tanda tangan kepala bidang hingga finalnya tanda
tangan pak gubernur.
Yang paling membuat kinerja
otakku meningkat tajam sekarang ini adalah amanah yang diberikan oleh atasanku
untuk menyelesaikan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) pada dua kegiatan yang
berbeda, kegiatan APBN dan APBD yang jarak kegiatannya sangat dekat. Sepintas terlihat
gampang, karena pada dasarnya hanya mempertanggungjawabkan pengeluaran uang,
namun pada kenyataannya gara-gara itu aku dibilang GILA KERJA, padahal kerjaan
itu yang membuatku gila he..he...(bercanda). Ini adalah tugas terberatku dibandingkan
dengan tugas-tugas sekolah/kuliah dulu, mungkin karena sama sekali belum pernah
melaksanakannya, dan tiba-tiba langsung diberi double job, jenis kegiatannya
aja berbeda, maka berkas yang dipersiapkan untuk SPJ juga berbeda. Gara-gara
SPJ, aku mulai mengerti mengapa perlu “main mata” dengan rekanan yang terkait
dengan kegiatan yang kita laksanakan, adanya kuitansi-kuitansi kosong, meniru/menscan
tanda tangan dsb. (laporan pertanggungjawabannya bisa direkayasa, tapi apa mau dikata, sepertinya sistem tersebut telah
berakar kuat di instansiku, mungkin bukan hanya di tempat kerjaku, di tempat
lain juga tidak berbeda). Sebagian ada yang bertentangan dengan hati nuraniku,
namun ada juga yang kalau tidak dilaksanakan malah fatal, misalnya ketika meminta
tanda tangan narasumber dari pusat/luar daerah, biasanya kami menyediakan
kuitansi kosong untuk ditandatangani juga, karena bisa saja terjadi kesalahan
nomor rekening ataupun rincian dana dalam kuitansi yang dibuat (kan malah
tambah ribet kalau minta narasumber kembali tandatangan padahal mereka sudah
memperoleh honor dan kembali ke daerahnya sendiri). Di sini aku belajar
bagaimana bersikap bijak dengan hal-hal seperti itu. Seperti misalnya
perjalanan dinas yang kenyataannya cuman 2 hari namun di surat tugasnya 3 hari
(di hati nuraniku emang nentang, tapi toh jika ini tetap kulakukan, uang yang
diperoleh disisihkan untuk keperluan kantor). Toh terkadang banyak pengeluaran
tak terduga selama bekerja yang tidak bisa di SPJ kan, misalnya jasa kuli
pengangkut barang (ini mau dipaksain masuk ke kegiatan mana?)
Demkian curhatan malming ku bersama
berkas-berkas SPJ yang membuatku bingung mau dimulai dari mana.
0 komentar:
Posting Komentar