Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Cari Blog Ini

Translate

RINGKASAN MATERI BIMTEK PETUGAS DATA PETERNAKAN



RINGKASAN MATERI BIMTEK PETUGAS DATA PETERNAKAN

MAKASSAR, HOTEL LA MACCA (20 - 22 OKTOBER 2015) 



SISTEM APLIKASI TERPADU INDUSTRI PERTANIAN
APLIKASI PENGOLAHAN DATA – Si In Tan
Oleh : Bapak Untung Suwignyo


Hal-hal yang terjadi terkait dengan pendataan adalah terdapatnya perbedaan data antar pengumpul data. Hal ini biasa terjadi sehingga dibutuhkan adanya verval (verifikasi dan validasi) data. Penyebab hal tersebut di antaranya adalah adanya perbedaaan format data (misal menggunakan satuan ukuran yang berbeda) dan waktu / momentum saat pengambilan data (misal mengukur bobot badan sapi di waktu yang berbeda).
Aplikasi Si In Tan dapat menjawab permasalahan yang timbul dalam kegiatan pendataan ternak. Namun sepertinya ada beberapa daerah seperti Kalimantan Timur yang belum yakin dapat berhasil menerapkan aplikasi tersebut.



KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI SULAWESI SELATAN
Oleh : Ir. H. Abdul Aziz, MM (Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulawesi Selatan)

Populasi ternak besar di Sulawesi Selatan menempati posisi ketiga terbesar di Indonesia setelah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jumlah ternak yang besar tersebut, menyebabkan Provinsi Sulawesi Selatan banyak memperoleh penawaran untuk mengirimkan baik sapi bibit maupun sapi potongnya ke 14 provinsi hingga ke Pulau Sumatera (Riau). Permintaan sapi bibit mencapai 13 ribu ekor, sedangkan sapi potong mencapai 20 ribu ekor. Akan tetapi seiring dengan adanya himbauan gubernur tentang target 2 juta ekor sapi yang harus dapat terlaksana hingga Tahun 2018, menyebabkan provinsi Sulawesi Selatan ini menghadapi dilema, di satu sisi dia berperan dalam mengirimkan sapinya ke berbagai provinsi, di sisi lain dia dituntut untuk meningkatkan pertumbuhan populasinya hingga 9,76% tiap tahunnya guna tercapainya 2 juta ekor sapi. Oleh sebab itu, Sulawesi Selatan memutuskan untuk menghentikan perannya sebagai pemasok ternak ke berbagai wilayah provinsi di Indonesia.


Adapun faktor penyebab rendahnya populasi ternak sapi di Indonesia adalah pemotongan betina produktif yang besar. Hal ini wajar terjadi karena harga sapi betina jauh lebih murah dari sapi jantan, dan populasinya juga lebih banyak dari sapi jantan. Oleh sebab itu perlu adanya tindak pengendalian terhadap sapi betina produktif, di antaranya dapat dilakukan melalui kerja sama dengan POLRI untuk dapat menangani peternak yang dengan sengaja memotong betina produktifnya. Adapun solusi yang ditawarkan oleh Bapak Abdul Aziz selaku kepala dinas terkait pengendalian sapi betina produktif yaitu dengan menaikkan harga sapi betina khususnya yang memiliki SKLB (Surat Keterangan Layak Bibit), dan menyarankan agar harga sapi betina dapat melampaui harga sapi jantan.

Solusi lain yang ditawarkan oleh salah seorang peserta bimtek yaitu antara lain dengan pembatasan bobot badan hidup (bobot badan sapi yang boleh dikeluarkan/dipotong adalah sama dengan atau di atas 275 kg, sedangkan untuk kerbau sebesar 325 kg atau lebih); menerbitkan Perda Pemotongan Pengendalian Betina Produktif , serta penggantian atau pemberian kompensasi pada peternak yang memiliki sapi betina produktif. Solusi ini memiliki kelemahan, karena dikhawatirkan setelah sapi indukan tersebut beranak, maka sapi indukan tersebut akan dijual atau disembelih sehingga merugikan pemerintah.

Selama ini hal yang rutin dilaksanakan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan terkait dengan pendataan ternak adalah dengan melakukan rapat koordinasi yang tidak hanya melibatkan PNS yang bertugas namun juga dengan penyuluh dan THL.
Kebijakan baru yang akan dilakukan setahun mendatang (Tahun 2016) terkait SPR, kurang mendapat respon yang baik di Sulawesi Selatan karena konsep SPR yang tidak membolehkan peternak menjual ternaknya serta tidak adanya bantuan ternak masih belum bisa diterima oleh peternak setempat. 



HARGA PRODUSEN DAN HARGA KONSUMEN PEDESAAN, NILAI TUKAR PETANI

Oleh : Subdirektorat Statistik Harga Perdesaan

            Pasar dalam arti luas termasuk di dalamnya adalah rumah sakit, sekolah.
Responden untuk survei harga produsen adalah peternak, sedangkan responden untuk survei harga konsumen adalah pedagang.
            Metode pengumpulan data harga produsen dilakukan dengan wawancara langsung kepada peternak menggunakan kuisioner yaitu dengan menanyakan harga transaksi barang/jasa peternakan antara tanggal 1 s.d 15 bulan bersangkutan (bulan pencacahan). Metode pemilihan sampel dilakukan berdasarkan rancangan sampling dua tahap: Tahap 1, dari setiap provinsi dipilih sejumlah kabupaten secara purposif bersyarat, yaitu kabupaten yang merupakan daerah sentra produksi peternakan. Tahap 2, dari kabupaten terpilih dipilih sejumlah kecamatan yang merupakan kecamatan sentra produksi peternakan. Responden yang dipilih harus memenuhi kriteria berikut: menghasilkan dan menjual aneka jenis produksi peternakan, kesinambungan data dapat terjamin, dan responden berada di desa perdesaan.

           
Metode pengumpulan data harga konsumen dilakukan dengan wawancara langsung kepada pedagang menggunakan kuisioner yaitu dengan menanyakan harga transaksi barang/jasa konsumsi rumah tangga pada tanggal 10 s.d 14 tiap bulan. Metode pemilihan pasar harus memenuhi kriteria berikut:1). Paling besar di kecamatan tersebut, 2). Beraneka ragam barang yang diperdagangkan, 3). Kebanyakan masyarakat berbelanja di sana, 4). Dapat terjamin kelangsungan pencatatan harga di pasar tersebut, 5). Pasar terletak di desa rural (perdesaan).  Responden dipilih secara acak oleh Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dengan kriteria sebagai berikut: responden adalah pedagang eceran yang mempunyai persediaan barang yang cukup, menjual beraneka ragam barang, responden merupakan price leader, pedagang tersebut ramai didatangi pembeli, dan tempatnya tetap.

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan ukuran kesejahteraan petani yang diukur berdasarkan pada pemasukan yang diterima petani (dalam hal ini peternak) terhadap pengeluaran rumah tangga dan usaha peternakan yang dilakoninya. Selain itu, ada istilah lain yang serupa yakni Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) yang pengukurannya hampir sama dengan NTP namun tidak memasukkan pengeluaran konsumsi hanya pengeluaran untuk usaha pertanian yang meliputi biaya produksi dan penambahan barang modal.


PENGHITUNGAN PDB SUB SEKTOR PETERNAKAN
Oleh : Direktorat Neraca Produksi


PDB (Produk Domestik Bruto) merupakan selisih harga antara harga sebelum dan sesudah barang tersebut diolah menjadi barang yang lebih bernilai; dan atau nilai yang ditambahkan karena adanya proses produksi.

Nilai PDB belum tentu mencerminkan kesejahteraan peternak, karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk memutuskan bahwa peternak sudah sejahtera atau belum, di antaranya adalah upah dan gaji, penyusutan, pajak tak langsung, serta surplus usaha.


PDB / PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dapat didasarkan pada harga berlaku dan harga konstan. PDB/PDRB yang dihasilkan dari harga berlaku disebut PDB/PDRB Nominal, sedangkan yang dihasilkan dari harga konstan disebut PDB/PDRB Riil. PDB/PDRB atas dasar harga berlaku berfungsi untuk mengetahui struktur perekonomian suatu negara, sedangkan PDB/PDRB atas dasar harga konstan berfungsi untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu negara.
 


PENGHITUNGAN PRODUKTIVITAS TERNAK POTONG
Oleh: Bapak Rudy Priyantoro


Produktivitas ternak merupakan  ukuran baik secara kuantitatif maupun kualitatif ternak yang didasarkan pada parameter tertentu. Banyak perbedaan terhadap pemaknaan daging di sekitar kita. Berdasarkan SNI (2008) pengertian daging yaitu bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku. Sedangkan menurut Permentan No. 20 (2009) daging (edible portion) adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman, dan layak dikonsumsi oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang, daging tanpa tulang, dan daging variasi, dapat berupa daging segar dingin, daging beku, atau daging olahan. Pengertian lain dari daging berdasarkan Permentan No. 139 (2014) yakni bagian dari otot skeletal karkas yang terdiri atas daging potongan primer (primer cut), daging variasi (variety/fancy meats), dan daging industri (manufacturing meat). Sebagian masyarakat memaknai daging konsumsi sebagai bagian edibel (yang dapat dimakan) dari tubuh sapi dan kerbau sehat yang telah disembelih secara halal dan layak dikonsumsi; terdiri atas daging, daging variasi, dan jeroan.

Daging variasi sendiri, seperti istilahnya ‘variasi’ maka daging tersebut merupakan bagian selain karkas ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba) yang sehat dan telah disembelih secara halal yang terdiri atas lidah, buntut, kaki, dan bibir yang lazim, aman, dan layak dikonsumsi manusia. Sedangkan jeroan adalah isi rongga perut dan rongga dada dari ternak ruminansia yang disembelih secara halal dan benar sehingga lazim, aman, dan layak dikonsumsi manusia. Jeroan terdiri atas dua jenis, yakni jeroan merah misalnya jantung, hati, paru-paru; serta jeroan hijau seperi rumen dan usus.

Parameter yang digunakan untuk mengetahui produktivitas ternak potong meliputi pengukuran karkas dan daging. Karkas sapi dan kerbau merupakan bagian dari tubuh sapi dan kerbau sehat yang telah disembelih secara halal, dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala, kaki mulai dari tarsus (lutut bagian depan) / karpus (lutut bagian belakang) ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih.

Karkas dihitung persentasenya melalui rumus berikut:
Persentase  karkas (PK) =   ,  dimana
               = bobot karkas (kg)
               = bobot potong sapi (kg)
        
Pengukuran daging dibedakan menjadi 3, yaitu mengukur persentase daging, daging jeroan, dan daging variasi.
Persentase  daging (PD) =   ,  dimana
               = bobot daging (kg)
               = bobot karkas (kg)
Persentase  daging jeroan (PJ) =   ,  dimana
               = total bobot jeroan merah dan hijau (kg)
               = bobot karkas (kg)
Persentase  daging variasi (PV) =   ,  dimana
             = bobot daging variasi (kg)
             = bobot karkas (kg)

Pengukuran persentase daging berbeda dengan karkas. Mengapa pengukuran persentase daging (termasuk daging variasi dan jeroan) didasarkan terhadap bobot karkas? Atau mengapa bobot karkas yang dijadikan penyebut dan bukan bobot potong? Jawaban ini sangat sederhana karena karkas memiliki bobot yang lebih stabil, jika kita mengambil bobot potong sebagai penyebutnya maka bobotnya cenderung akan berubah-ubah tergantung banyak sedikitnya makanan yang ditampung dalam pencernaan sapi/kerbau. Sapi yang gemuk cenderung memiliki persentase karkas yang lebih besar dibandingkan sapi yang kurus.

Selain mengukur persentase, produksi ternak potong juga dapat diperkirakan (diestimasi). Estimasi produksi daging dapat dilakukan melalui rumus berikut:
Produksi daging =  Jumlah pemotongan*B*PK/100*PD/100
Produksi jeroan  =  Jumlah pemotongan*B*PK/100*PJ/100
Produksi daging variasi =  Jumlah pemotongan*B*PK/100*PV/100

Total Produksi (daging + jeroan + daging variasi)
             = Jumlah pemotongan*B*PK/100*(PD+PJ+PV)/100
            B = rata-rata bobot potong
            PK = persentase karkas
            PD = persentase daging
            PJ = persentase jeroan
            PV = persentase daging variasi

            Swasembada produksi daging dapat dilakukan dengan cara tunda potong untuk ternak muda, program penggemukan (maksimal 6 bulan), serta memperbaiki logistik pakan.

PENGHITUNGAN PRODUKTIVITAS TERNAK PERAH DAN UNGGAS
Oleh: Bapak Afton Atabany
Estimasi produksi susu dalam satu tahun .
        = Total induk dewasa (ST) * rataan produksi * 305 hari (± 10 bulan), dimana ST = Satuan Ternak.
Induk dewasa      : 100 ekor x 1 ST            = 100 ST
Jantan dewasa     : 5 ekor x 1 ST                = 5 ST
Dara                    : 20 ekor x 0,5 ST           = 10 ST
Jantan muda       : 10 ekor x 0,5 ST           = 5 ST
Anak sapi             : 20 ekor x 0,25 ST        = 5 ST
Total                                                              = 125 ST

Penggunaan 305 hari atau kurang lebih 10 bulan diperoleh dari penjumlahan yang dihitung dari bulan ke-3 setelah sapi beranak (disebut masa kosong yang berlangsung sekitar 3 bulan) ditambah dengan 7 bulan di saat sapi betina tersebut bunting kembali.
Contoh Menghitung Persen lakstasi nya (dalam ST) :
 (jumlah induk dewasa / total populasi x 100%) = 100 / 125 x 100% = 80%


Perhitungan produksi telur (dikhususkan untuk produksi skala industri)




PENGALAMAN SURVEI-SURVEI TERKAIT SUB SEKTOR PETERNAKAN
Oleh : Bapak Budi Wariyanto

           Pentingnya data peternakan, maka sudah seharusnya dana untuk pengelolaannya harus besar. Karena dengan data kita dapat  bicara program. Survei marupakan salah satu dari usaha untuk mengumpulkan data peternakan.  Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan sebelum melaksanakan survei antara lain:


1.    Ingin mengetahui dan menganalisis suatu objek skala besar (contohnya populasi sapi, jumlah kelahiran)
2.    Ingin mengetahui dan menjawab suatu permasalahan (misalnya, berapa karkas sapi impor?)
3.    Ingin mengetahui dan melaporkan secara rutin perilaku objek (misalnya harga harian daging sapi)
4.    Ingin mengetahui dan mendapatkan besaran rata-rata suatu objek (contoh: rata-rata produksi telur ayam ras per tahun)
5.    Ingin mengevaluasi program aktivitas suatu objek (misalnya melakukan evaluasi usaha tani bantuan program penggemukan sapi potong)

Setelah tujuan survei diketahui, maka jenis survei yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.    Survei sekali waktu. Data dikumpulkan satu kali waktu, tujuannya untuk menggambarkan kondisi populasi.
2.    Survei rentang waktu. Dilakukan untuk mengetahui kecenderungan suatu fenomena dari waktu ke waktu.
3.    Survei tracking/trend. Dilakukan pada populasi yang sama namun dengan sampel berbeda (mengetahui suatu fenomena)
4.    Survei panel. Dilakukan terhadap sampel yang sama untuk memahami suatu fenomena dari waktu ke waktu. Misalnya survei harga daging menjelang hari raya, survei evaluasi program penggemukan sapi di beberapa kelompok tani.


PETUNJUK TEKNIS PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA PETERNAKAN DAN DATA FUNGSI PETERNAKAN
Oleh :  Ibu Sri Widayatun, MA

            Statistik memegang peranan penting dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam pembangunan nasional. Dari sebuah Data, dapat disusun sebuah rencana, kemudian penetapan suatu rencana, pengendalian pelaksanaannya, serta evaluasi pelaksanaan acara tersebut.

            Ada 16 jenis formulir yang digunakan di tingkat provinsi, antara lain populasi per wilayah, populasi per jenis ternak, pemotongan per wilayah, pemotongan per jenis ternak, pemasukan per wilayah, pemasukan per jenis ternak, pengeluaran per wilayah, pengeluaran per jenis ternak, dinamika populasi per wilayah, dinamika populasi per jenis ternak, produksi daging per wilayah, produksi daging per jenis ternak, produksi telur per wilayah, produksi telur per jenis ternak unggas, produksi per wilayah, produksi susu per jenis ternak.


PERHITUNGAN PRODUKSI DAGING, TELUR, DAN SUSU
Oleh : Sekretariat Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

Berikut ini adalah contoh soal terkait perhitungan produksi daging, telur, dan susu.
1.    Berat karkas (dengan edible offal)/ekor (K0) adalah sebesar 15 kg, dan pemotongan ternak (St) tercatat sebanyak 200 ekor, dan tidak tercatat sebesar 150% dari data pemotongan tercatat.

Berapakah produksi dagingnya (dalam ton)?
Penyelesaian : Produksi Daging (PD) = K0 x St
        = 15 kg/ekor x [ 200 ekor + (150% x 200 ekor)]
      = 7.500 kg
      = 7,5 ton

2.    Produktivitas telur (p) sebesar 15 kg/ekor/tahun, populasi ternak (P2015) sebesar 500 ekor, dan persentase betina produktif (b) sebesar 60% terhadap populasi, maka produksi telur (PT 2015) adalah....
                 
            Penyelesaian : PT = P2015 x p x b
                  = 500 ekor x 15 kg/ekor/tahun x 60%
                  = 4.500 kg/tahun

3.    Produktivitas susu (m) sebesar 2.100 liter/ekor/tahun, populasi ternak (P0) sebesar 1.000 ekor, dan persentase betina produktif (b) sebesar 60% terhadap populasi, maka produksi susu (PS) adalah.......

Penyelesaian : m x P0 x b
      = 2.100 liter//ekor/tahun x 1.000 ekor x 60%
      = 1.260.000 liter/tahun













  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar