Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Cari Blog Ini

Translate

ELIZABETH BLACKWELL 'MENEKUNI DUNIA KEDOKTERAN ADALAH TUJUANKU'



            Siapa yang tidak mengenal Elizabeth Blackwell? Dia adalah wanita pertama yang meraih gelar kedokteran di Amerika Serikat dan perintis berdirinya sekolah kedokteran bagi wanita, sekaligus aktivis sosial yang kritis. Bagaimanakah suka duka beliau dalam meraih impiannya di bidang kedokteran yang saat itu sangat tabu bagi wanita? Ikuti perjalanan hidupnya dalam tulisan ini.

Masa Kecil
            Elizabeth lahir di Bristol, Gloucestershire, Inggris pada tanggal 3 Februari 1821. Ayahnya seorang pembuat gula bernama Samuel Blackwell, sedangkan ibunya bernama Hannah (Lane) Blackwell. Elizabeth adalah anak ketiga dari 9 bersaudara. Ayahnya sangat berpengaruh dalam pendidikan dan pengembangan pola pikirnya. Di usianya yang ke 7, dia dan keluarganya pindah ke Amerika.
            Elizabeth mulai menekuni dunia religi sejak berusia 17 tahun. Di usianya yang ke 19, dia mulai memikirkan hak-hak perempuan dan menuangkannya di buku harian ataupun surat. Atas bantuan saudaranya Anna, Elizabeth mulai mengajar di Henderson, Kentucky dengan upah $400 per tahun (kalau dirupiahkan sekitar lima jutaan saat ini). Walaupun dia menikmati profesinya, keadaan ekonomi menuntutnya untuk meninggalkan pekerjaan yang ditekuninya itu untuk menemukan pekerjaan lain dengan imbalan yang lebih pantas.

Menempuh Pendidikan Kedokteran
          Ide untuk mempelajari dunia kedokteran dimulai saat salah seorang temannya menderita penyakit kanker rahim dan meninggal karena penyakitnya itu. Elizabeth mulai berfikir jika ada dokter perempuan, maka penanganan terhadap pasien jauh lebih nyaman dan penuh kasih sayang karena naluri keibuan mereka. Selain itu Elizabeth ingin hidup mandiri, dan tidak terikat hubungan dengan laki-laki, sehingga keinginan menjadi dokter semakin tertancap kuat di dalam dirinya.

            Keputusannya untuk menempuh pendidikan kedokteran tidaklah mudah. Dia harus menghadapi berbagai rintangan, salah satunya dari segi biaya. Dia mengumpulkan biaya sekolah dengan bekerja sebagai guru musik pada sebuah akademi di Asheville (Carolina Utara) yang dimiliki oleh John Dickson, seorang pendeta yang sebelumnya berprofesi sebagai dokter. Dickson sangat mendukung passion Elizabeth yang ingin menekuni dunia kedokteran. Dia mengizinkan Elizabeth untuk mempelajari buku-buku kedokterannya yang terletak di perpustakaan pribadinya.

            Tak berapa lama kemudian, sekolah milik Dickson ditutup, sehingga Elizabeth pindah dan tinggal di kediaman Samuel Henry Dickson (saudara John Dickson) yang merupakan seorang dokter terkemuka di Charleston. Dia kembali mengajar pada sekolah asrama (boarding school) di tahun 1846 (saat itu usianya 25 tahun). Di tahun berikutnya dia meninggalkan Charleston menuju Philadelphia dengan tekad untuk belajar dunia kedokteran.

            Sesampainya di sana, Elizabeth belajar anatomi secara privat dengan salah seorang kenalannya yaitu Dr. Jonathan M. Allen. Dokter tersebut menyarankan Elizabeth untuk mendaftar di salah satu sekolah kedokteran di sana. Mengikuti saran guru privatnya itu, Elizabeth mencoba untuk mendaftarkan diri menjadi siswa di sekolah kedokteran. Namun nasib belum berpihak padanya, dia ditolak mentah-mentah oleh sekolah yang dilamarnya dengan alasan: dia adalah seorang wanita (anggapan masyarakat saat itu, wanita memiliki kecerdasan yang rendah dibandingkan pria). Elizabeth tak putus asa, dia memasukkan 12 lamaran ke sekolah yang berbeda, dan akhirnya......... di bulan Oktober tahun 1847, dia diterima di sekolah kedokteran (Geneva Medical College) di New York.
            Diterimanya Elizabeth di sekolah tersebut bisa dikatakan sebagai ‘kecelakaan’. Karena dekan dan fakultas yang biasanya bertanggung jawab untuk menyeleksi pelamar yang ingin mengikuti matrikulasi tidak dapat melakukannya pada Elizabeth. Oleh sebab itu mereka meminta 150 mahasiswa yang memutuskan apakah mereka mau menerima Elizabeth atau tidak, jika salah seorang dari mereka menolak, maka Elizabeth tidak diterima di sekolah kedokteran tersebut. Permintaan tersebut sangat konyol, namun akhirnya mereka semua mau menerima kehadiran Elizabeth.

            Saat yang dinantikannya pun tiba. Seperti halnya perasaan orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di suatu tempat yang asing, begitulah perasaan Elizabeth yang diwarnai dengan kegugupan. Dia sama sekali belum mengenal lingkungan di sekitarnya, baik mahasiswanya, fakultas, bahkan dimana dia memperoleh buku belum diketahuinya juga.

            Kehadiran Elizabeth di sekolah tersebut memberi pengaruh yang besar di lingkungannya. Sekelompok mahasiswa yang sebelumnya suka buat onar di kelas berubah menjadi lebih baik dan mendengarkan materi kuliah dengan penuh perhatian. Selain itu baik profesor maupun mahasiswa mengakui keseriusannya untuk belajar, sehingga mereka selalu mensupport Elizabeth.
Elizabeth dianggap aneh oleh penduduk kota Geneva. Dia menolak pria yang datang melamarnya dan lebih memilih untuk menyendiri dari keramaian. Di antara masa kuliahnya,  dia pernah bekerja pada sebuah klinik di Philadelphia. Dia memperoleh pengalaman yang sangat berharga di sana, salah satunya adalah topik untuk tesisnya yaitu penyakit tipes, yang memberikan kesimpulan bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan stabilitas sosial dan moral. Menjelang usianya yang ke-28, tepatnya tanggal 23 Januari 1849, dia memperoleh gelar dokter dan menjadi wanita pertama yang memperoleh gelar tersebut di Amerika Serikat. 

Demi mempertajam kelimuannya di bidang kedokteran, Elizabeth bertekad melanjutkan belajar di Eropa. Dia mengunjungi beberapa rumah sakit di sana, namun banyak yang menolaknya karena dia seorang perempuan. Akhirnya, di bulan Juni Tahun 1849 dia diterima di rumah sakit bersalin dengan syarat dia bersedia diperlakukan sebagai mahasiswi kebidanan bukan sebagai dokter. Dia mendapatkan banyak pengalaman berharga di sana, bahkan dokter kandungan terkenal saat itu (Paul Dubois) mengakui kepiawaiannya.

Di tahun yang sama tepatnya tanggal 4 November menjadi hari bersejarah bagi hidupnya. Dia kehilangan penglihatannya akibat terkena larutan yang telah terkontaminasi ketika menangani bayi dengan penyakit ophthalmia neonatorum (peradangan pada konjungtiva). Walaupun hanya bagian kiri matanya yang rusak, kejadian tersebut telah memutuskan harapannya untuk menjadi dokter bedah.

Di usianya yang ke-30, dia memutuskan untuk kembali ke Amerika Serikat dan melanjutkan karirnya di sana. Elizabeth membuka praktik sendiri dan memiliki beberapa pasien. Di tahun berikutnya (1852), dia mulai memberikan kuliah dan menulis publikasi tentang pendidikan khusus bagi perempuan, tepatnya berjudul The Laws of Life with Special Reference to the Physical Education of Girls.
Berikut ini adalah beberapa karya Elizabeth yang telah diukirnya semenjak berusia 57 hingga 81 tahun:
·         1878 Counsel to Parents on the Moral Education of their Children in Relation to Sex (eight editions, republished as The Moral Education of the Young in Relation to Sex)
·         1881 "Medicine and Morality" (published in Modern Review)
·         1884 The Human Element in Sex: being a Medical Enquiry into the Relation of Sexual Physiology to Christian Morality (two editions)
·         1887 Purchase of Women: the Great Economic Blunder
·         1871 The Religion of Health (compilation of lecture series, three editions)
·         1888 On the Decay of Municipal Representative Government – A Chapter of Personal Experience (Moral Reform League)
·         1891 Erroneous Method in Medical Education etc. (Women's Printing Society)
·         1892 Why Hygienic Congresses Fail
·         1895 Pioneer Work in Opening the Medical Profession to Women – Autobiographical Sketches (Longmans, reprinted New York: Schocken Books, 1977)
·         1898 Scientific Method in Biology
·         1902 Essays in Medical Sociology, 2 vols (Ernest Bell)

Demikianlah sekelumit perjalanan hidup sang penuntut ilmu kedokteran, dengan segala macam keterbatasannya yang mungkin dianggap tidak normal bagi kebanyakan wanita (memutuskan untuk hidup lajang seumur hidupnya) dan memilih menikah dengan karirnya terkesan aneh.........Tapi....cobalah untuk meneladani sikap wanita ini yang pantang menyerah dalam meraih impiannya untuk memberi manfaat kepada orang lain melalui ilmunya.

sumber : Wikipedia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS